Kebijakan atau Stimulus Fiskal Pemerintah adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau mengurangi pendapatan dan belanja negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terciptanya Kesejahteraan Ekonomi secara Regional maupun Nasional dalam bentuk stabilitas dan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang ditargetkan dengan menggunakan Instrumen utama berupa pengendalian terhadap aliran dana pengeluaran pemerintah pusat kepada daerah, kebijakan terhadap sistem dan tarif Perpajakan serta kebijakan-kebijakan Fiskal lainnya.

Ada beberapa tolok ukur yang sering digunakan dalam mengukur tingkat Kesejahteraan Ekonomi sebuah daerah atau negara yaitu data tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah PDRB per Kapita, nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), nilai tingkat kemiskinan dan data nilai Gini ratio.

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu keadaan adanya peningkatan pendapatan yang terjadi karena peningkatan produksi pada barang dan jasa tapi tidak berkaitan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan bisa dinilai dari peningkatan output, teknologi yang makin berkembang serta inovasi pada bidang sosial, Produk domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita adalah penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten/kota) dan dalam satu tahun kalender untuk perkapita penduduknya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah ukuran perbandingan dari harapan hidup, kemampuan tulis baca, tingkat pendidikan dan standar hidup yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan berbagai fasiltas lain nya.

Tingkat kemiskinan adalah prosentase jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi dan Gini Ratio adalah Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat di suatu daerah, yang mana koefisien Gini Ratio berkisar antara 0 (sangat merata) sampai dengan 1 (sangat timpang),yang mana kriteria ukuran ketimpangan Gini Ratio meliputi Ketimpangan Rendah (Gini Ratio < 0,3), Sedang (0,3 ≤ Gini Ratio ≤ 0,5) dan Tinggi (Gini Ratio > 0,5).

Sedangkan bentuk Kebijakan Fiskal pemerintah dalam bentuk aliran dana Pemerintah pusat ke daerah diantaranya adalah Belanja Pemerintah Pusat, Dana Transfer ke Daerah, Subsidi energi, Subsidi non Energi dalam bentuk penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR). dana Ultra Mikro(Umi) serta kebijakan Fiskal dalam bentuk alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Dana Transfer ke Daerah (TKD)merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukan bagi Pemda (Kabupaten/ Kota) untuk menjalankan roda Pemerintahan menurut Konsep Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Daerah,  yang ditransfer melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan Penguatan penyelenggaraan pembangunan daerah dan desa.

Parameter untuk mengetahui kemampuan sebuah daerah/ wilayah untuk memenuhi kebutuhan nya menggunakan pendekatan Indeks Kemandisian Fiskal  (IKF) yang diterjemahkan sebagai indikator dalam mengukur kemampuan Pemerintah Daerah untuk membiayai sendiri kegiatannya tanpa tergantung dari bantuan Pemerintah Pusat serta bantuan dari luar, yang mana jika IKF ≥ 0,75termasuk dalam kategori sangat mandiri, 0,5 ≤ IKF < 0,75termasuk dalam kategori mandiri, 0,25 ≤ IKF < 0,5 termasuk dalam kategori menuju kemandirian dan apabila  IKF < 0,25 termasuk dalam kategori belum mandiri.

Nilai IKF untuk 11 kabupaten/ kota se Jambi Raya selama kurun waktu 2018 sampai dengan tahun 2022 masih berada di kategori belum mandiri untuk menuju kemandirian, ditunjukan dengan indeks IKF sebesar 0,21 pada tahun 2018, 0,28 pada tahun 2019,0,28 pada tahun 2020, 0,27 pada tahun 2021 dan diperkirakan sebesar 0,30 pada tahun 2022, yang mana berarti 11 kabupaten/ kota se-Jambi Raya masih sangat tergantung dari Pendapatan transfer dari Pemerintah pusat.

Pertanyaan yang yang mungkin banyak ditanyakan adalah  “bagaimana dampak kebijakan fiskal pemerintah  terhadap pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Jambi selama kurun waktu 2018 sampai dengan sekarang, termasuk akibat  dampak dari pandemi COVID-19 di awal bulan maret 2020 yang membuat stabilitas dan kesejahteraan ekonomi negara Indonesia dan dunia secara umum terpuruk dan belum tentu bisa bangkit kembali? ”

Jawaban atas petanyaan itu bisa dibuktikan dengan menampilkan data-data terkait trend tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDRB per Kapita, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan trend terkait tingkat kemiskinan dan data Gini ratio selama tahin 2018 sampai dengan 2022 untuk wilayah Provinsi Jambi.

Sebagai bentuk Implementasi Kebijakan Fiskal terhadap Provinsi Jambi Pemerintah pusat telah menyalurkan APBN dalam bentuk Belanja  K/L melalui 350 Satuan Kerja  pemegang lebih kurang 444 DIPA K/L pada 42 Kementerian dan Lembaga dengan total pagu sebesar 7,35 triliun pada tahun 2019, 6,58 triliun pada tahun 2020, 7,11 triliun pada tahun 2021 dan 6,83 triliun pada tahun 2022.

Pemerintah pusat juga telah menyalurkan Dana Transfer ke Daerah termasuk  Dana Desa kepada 12 Kabupaten/ kota dan 115 desa sebesar 15,43 triliun pada tahun 2019, 13,99 triliun pada tahun 2020, 14,40 triliun pada tahun 2021 dan 13,56 triliun pada tahun 2022, dalam bentuk Subsidi Non energi KUR/Umi Pemerintah pusat juga telah menyalurkan KUR/ UMi kepada 12 Kabupaten/ kota sebesar 2,69 triliun pada tahun 2019, 3,33 triliun pada tahun 2020, 5,30 triliun pada tahun 2021 dan 6,76 triliun pada tahun 2022.

Pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi pada kuartal 3 TA.2022 (Y on Y) adalah sebesar 5,2% mengungguli pertumbuhan ekonomi 4 provinsi tetangganya disumatera pada periode yang sama yaitu Provinsi Sumatera Utara (4,97 %), Provinsi Sumatera Barat (4,54 %), Provinsi Lampung (3,91%), Provinsi Bengkulu (4,37 %)  walau masih berada di bawah Pertumbuhan ekonomi Provinsi sumatera Selatan (5,34 %) dan Pertumbuhan ekonomi secara Nasional (5,72%).

Saat wabah Pandemi Covid 19 melanda indonesia dan dunia pada periode kuartal 2tahun 2020 pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi dibandingkan dengan 5 Provinsi tetangga nya di sumatera dan skala nasional hanya terkontraksi sebesar -1,88 % berada di bawah provinsi Sumatera Selatan (1,58%) dan provinsi Bengkulu (0,74%) dan juga masih mengungguli kontraksi Pertumbuhan ekonomi secara Nasional (5,32%).

Nilai PDRB per kapita masyarakat Jambi pada 11 kabupaten/ kota dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 selalu mengalami peningkatan yaitu Rp 58,225 juta/tahun pada tahun 2018, Rp 60,829 juta/tahun pada tahun 2019, walau sempat menurun menjadi Rp 58,286 juta/tahun pada tahun 2020 sebagai dampak dari Pandemi Covid 19, tapi pada tahun 2021 meningkat menjadi Rp 65,193 juta/tahun.

Indeks Pembangunan Manusia untuk 11 kabupaten/ kota di wilayah Provinsi Jambi juga selalu mengalami peningkatan yaitu dari sebesar  71,26 pada tahun 2019,  71,29  pada tahun 2020), 71,29  pada tahun 2021 dan terakhir sebesar 72,14  pada tahun 2022.

Terjadi trend penurunan Tingkat kemiskinan yang merupakan persentase jumlah penduduk miskin dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan secara agregat pada 11 kabupaten/ kota se Jambi raya yaitu sebesar 7,60% pada tahun 2019, sempat naik menjadi 7,97% pada tahun 2020 ,tapi menurun lagi menjadi  7,67% pada tahun 2021 dan pada tahun 2022 juga semakin menurun menjadi 7,62%  .

Trend ketimpangan tingkat pendapatan masyarakat di wilayah Provinsi Jambi yang ditunjukan dengan koefisien Gini Ratio selama kurun waktu 2018 sampai dengan tahun 2021 berada pada kriteria ketimpangan sedang (0,3 ≤ Gini Ratio ≤ 0,5) ditunjukan dengan nilai koefisien Gini Ratio sebesar 0,32 pada tahun 2018, 0,3 pada tahun 2019, 0,3 pada tahun 2020, 0,3 pada tahun 2021 dan pada tahun 2022 data dari BPS Provinsi Jambi belum tersedia, hal ini menunjukan bahwa di wilayah Provinsi Jambi jurang pemisah antara masyarakat yang berada di atas dan di bawah garis kemiskinan masih belum mencolok.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa tingkat Kemandirian Fiskal dari Provinsi (Kabupaten/ Kota) di seluruh indonesia dari hampir rata-rata masih rendah dan masih tergantung dari adanya Stimulus Fiskal dari Pemerintah Pusat terhadap daerah dengan adanya penyaluran APBN, Subsidi Pemerintah dan stimulus Fiskal lain nya pada kondisi Force majeure seperti penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang selama ini menciptakan cash flow terhadap sektor usaha serta penciptaan lapangan kerja yang diharapkan akan berdampak kepada terjaganya Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya PDRB, meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan berkurangnya angka Kemiskinan serta berkurangnya Gini Ratio.

Sesuai dengan hasil analisa berdasarkan data-data Stimulus Fiskal dan data-data Makroekonomi terkait Provinsi Jambi dalam kurun waktu 2018 sampai denngan 2022bisa di tarik kesimpulan bahwa Stimulus Fiskal Pemerintah pusat dalam bentuk aliran dana Pemerintah pusat ke daerah seperti Belanja Pemerintah Pusat, Dana Transfer ke Daerah, Subsidi energi, Subsidi non Energi dalam bentuk penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan dana Ultra Mikro(Umi) serta kebijakan Fiskal dalam bentuk alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisamenyelamatkan Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Nasional secara umum dan  Provinsi Jambi  secara khusus, sehingga parameter-parameter tingkat kesejahteraan  Ekonomi seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDRB per Kapita,data Indeks Pembangunan Manusia (IPM),data  tingkat kemiskinan dan data Gini ratio bisa dipertahankan di atas nilai nilai ambang batas yang ditentukan sebagai tolok ukur dari kesejahteran ekonomi sebuah daerah.

Oleh : Arif Bakhri.B DJPB Jambi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *